Rabu, 19 Januari 2011

Mbah Roso-roso!! (di balik Merapi)



Terangkanlah, terangkanlah

jiwa yang bertabur langkah penuh dosa

Bila masa tlah tiba

dan kereta kencana datang tiba-tiba,

airmata dalam duka

..........

hanya hening dan berjuta fana

dalam dosa dalam.......

(Khusnul Khotimah by Opick)



Indonesia menangis.....Indonesia menangis.....

bencana datang tiba-tiba, begitu beruntun...



“Telah nyata kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali" Q.S Ar-Rum; 41



sedikit mengenang :



Ketika itu saya sangat merasa kehilangan dengan sosok seseorang yang sederhana, jujur, dan religius yaitu sosok Gus Dur.. Ketika itu juga saya merasa kehilangan dengan sosok "Tak gendong kemana-mana"

dan mungkin saat ini saya pun merasa kehilangan dengan sosok seorang yang begitu amanah menjalankan tanggungjawabnya, begitu cinta negerinya, dan begitu sederhana dalam menjalani hidupnya "Rest in peace-Mbah Maridjan" -- Innalillahi wainailaihi rojiun--



tergelitik hati saya untuk benar-benar mengenang dan juga mengenal sosok Mbah Maridjan...

mengenali seorang tokoh dari perjalanan hidupnya, sederhana tapi InsyaAllah ada pelajaran yang bisa dipetik...



--MBAH MARIDJAN--



Mbah Maridjan lahir tahun 1927 di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dia mempunyai seorang istri bernama Ponirah (73), 10 orang anak (lima di antaranya telah meninggal), 11 cucu, dan 6 orang cicit.



Anak-anak Mbah Maridjan yang masih hidup bernama Panut Utomo (50), Sutrisno (45), Lestari (40), Sulastri (36), dan Widodo (30). Mereka ada yang memilih tinggal di Yogyakarta dan ada pula yang di Jakarta.

Di antara anak-anak Mbah Maridjan, juga ada yang siap mewarisi tugas sebagai juru kunci Gunung Merapi dan kini telah menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta.



Pada tahun 1970 Mbah Maridjan diangkat menjadi abdi dalem Keraton Kesultanan Yogyakarta dan oleh Sultan Hamengku Buwono IX diberi nama baru, yaitu Mas Penewu Suraksohargo1. Pada saat itu, sebagai abdi dalem, Mbah Maridjan diberi jabatan sebagai wakil juru kunci dengan pangkat Mantri Juru Kunci, mendampingi ayahnya yang menjabat sebagai juru kunci Gunung Merapi.



Pada saat menjadi wakil juru kunci, Mbah Maridjan sudah sering mewakili ayahnya untuk memimpin upacara ritual labuhan di puncak Gunung Merapi. Setelah ayahnya wafat, pada tanggal 3 Maret 1982, Mbah Maridjan diangkat menjadi juru kunci Gunung Merapi.



Sebagai seorang abdi dalem Keraton Yogyakarta dengan jabatan juru kunci, Mbah Maridjan juga menunjukkan nilai-nilai kesetiaan tinggi. Meskipun Gunung Merapi memuntahkan lava pijar dan awan panas yang membahayakan manusia, dia bersikukuh tidak mau mengungsi.



"Sikapnya yang terkesan mbalelo itu semata-mata sebagai wujud tanggung jawabnya terhadap tugas yang diamanatkan oleh Ngarsa Dalem.""



berdasarkan berita terakhir, Beliau ditemukan sudah menghadapNya dengan posisi sujud dengan tubuh yang terbakar...Wallahualam bissowab....



smua memang akan kembali kepadaNYa, dalam keadaan apapun, dimanapun, dan hanya ALlah yang berhak memberi tempat peristirahatan terakhir. satu yang penting untuk dipelajari adalah --kesetiaan pada sebuah amanah--

-yah inilah bentuk pengabdian terakhir kepada bangsa ini, entah bagaimana penilaian orang-orang di luar sana tapi satu yang pasti, Beliau menjalankan amanah hingga akhir hayatnya, kesetiaannya pada Ibu pertiwi....



Bismillah....

yuk sama-sama belajar dan bergerak for a better Indonesia :)



"just do the best up to limit and let's ALLAH do the rest ! "




sumber :

1.http://regional.kompas.com/read/2010/10/27/08244951/Inilah.Riwayat.Hidup.Mbah.Maridjan

2.http://regional.kompas.com/read/2010/10/27/08050852/Mbah.Maridjan.Tewas.Bersujud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar