Rabu, 19 Januari 2011

diambil dari buku "I can't hear"



Bersahabat dan mengenal orang-orang yang memiliki kondisi khusus membuat saya merasa ‘malu’. Malu karena kadang sering mengeluh, malu karena seperti orang yang tak pandai bersyukur. Malu hati, malu fisik, dan malu pada diri sendiri.



Kali ini saya tidak akan menceritakan bagaimana sahabat-sahabat saya di komunitas ‘sahabat mata’ tetapi kali ini saya ingin menceritakan kisah nyata perjuangan seorang anak dan ibunya menuju dunia mendengar? Maksudnya?

“Perjalanan seorang anak tuna rungu menuju dunia mendengar…”



Kalau kita mengenal tokoh dunia seperti Hellen Keller dan Bethoven yang hidup dalam dunia sepi, hal ini sama seperti yang dirasakan oleh Gwen, seorang bocah cilik yang cantik anak kesayangan dari Mommy Sansan.



Gwen terlahir sebagai seorang anak yang berkebutuhan khusus. Tuhan menakdirkan ia tak mampu mendengar, bahkan suara di atas 120 desibel layaknya suara pesawat yang akan tinggal landaspun tak dapat didengarnya. Namun beruntungya ia memiliki orang tua yang begitu mencintai dan selalu ada untuknya. Ibunya, Sansan dan ayahnya Johnwei tidak pernah berhenti berjuang demi mewujudkan kesempurnaan hidup Gwen, menuju dunia mendengar.



Pemeriksaan demi pemeriksaan dilakukan Gwen dan pastinya slalu didampingi oleh Mom (panggilan untuk ibunya, Sansan), neneknya, dan ayahnya. Berbagai rekomendasi pemeriksaan dan terapi dijalankan Gwen sejak ia berusia 6 bulan. Perjalanan jauh di kota Hong Kong, Singapura dijalankan demi (sekali lagi) mewujudkan kehidupan sempurna, menuju dunia mendengar.



Mom tak kenal lelah terus berjuang mencari berbagai pengobatan medis untuk Gwen. Pemeriksaan yang slalu membuat orang tuanya menjadi lemas karena tidak ada tanda-tanda sedikitpun bahwa Gwen mampu mendengar. Beruntungnya ketika mom merasa lelah dan hampir putus asa, daddy selalu menyemangati mom demi seorang putri kecil mereka.



Akhirnya Dokter THT memberi jawaban alternatif bagi Gwen, dokter mengatakan bahwa ”Gwen dapat mendengar kalau ia diberi choclear implant di telinganya. Dan operasi ini hanya dapat dilakukan ketika Gwen menginjak usia minimal 1,5 tahun. Tidak sabar rasanya untuk mendapati Gwen mampu mendengar layaknya anak-anak normal lainnya. Mom sangat tidak sabar dan seringkali berseteru dengan daddy karenanya, beruntung daddy sangat sabar dan dapat memahami kegelisahan yang dialami mom. Mom sangat sedih ketika Gwen berusia 1 tahun 3 hari, mereka datang ke pesta ulang tahun anak-anak dan Gwen tidak dapat merespon hingar bingar keramaian suasana pesta di sana, berbeda dengan anak-anak lainnya.



Hari yang ditunggu pun tiba..

Operasi pemasangan chip sebagai choclear implant berjalan selama kurang lebih 4 jam. Saat itu usia Gwen sudah lebih dari 1,5 tahun. Belum ada tanda-tanda Gwen dapat mendengar dan merespon suara yang ada di sekitarnya. Ternyata pasca pemasangan chip yang dihubungkan dengan kabel dan prosesor membutuhkan adaptasi agar suara yang ada dapat tertangkap dan terespon dengan baik. kali ini kesabaran keluarga ini benar-benar diuji oleh Tuhan tetapi (lagi-lagi) mom tidak putus asa. Operasi ini belum juga menunjukkan hasil yang signifikan untuk pendengaran Gwen.



Sampai suatu saat, akhirnya mereka memutuskan untuk membawa Gwen ke Australia karena mereka pikir bahwa kehidupan disana baik untuk perkembangan mendengar Gwen. Di sana terdapat SCIC (Sydney Cochlear Implant Center). Untuk itu Mom dan Gwen harus rela berpisah dengan Daddy. Mereka pindah ke Australia sedangkan Daddy kembali ke Jakarta dan membuka sebuah bisnis di sana. Perjuangan mom tidak berhenti di sini, Mom harus melanjutkan pendidikan guna mendapatkan visa pelajar. Akhirnya mom mendaftarkan diri di Special Education, Macquarie University, Australia. Mom lulus pada tahun 2004 sebagai master di Special Education.



Perjalanan mereka selama di Australia tidak semulus yang dibayangkan. Mereka hanya tinggal berdua di sebuah apartemen di dekat kampus mom. Masalah pertama muncul ketika Mom akan mulai kuliah dan Gwen tidak ada yang menjaga di apartemen. Mendekati hari H mereka belum juga menemukan tempat penitipan anak yang bisa merawat Gwen selama mommy kuliah. Semua daycare penuh dan nama Gwen hanya berada di waiting list. Mom frustasi karena mom harus pandai membagi waktu antara kuliah, mengerjakan tugas, mengurus apartemen dan tugas utamanya adalah melatih Gwen mendengar dan berbicara.



Akhirnya mom berhasil mendapat rekomendasi daycare yang didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa yang sudah memiliki anak di sana. Para ibu, termasuk mom memiliki shift bertugas. Kali ini mom benar-benar harus ekstra disiplin dalam membagi waktu karena tujuan utama mereka di sini adalah “Memberi terapi kepada Gwen agar dapat mendengar dan berbicara”.



Semua berjalan tidak sesuai rencana, alat dengar Gwen rusak. Kabelnya putus dan prosesornya tidak lagi berfungsi dengan baik. Semua ini terjadi karena Gwen tidak patuh pada mom, seringkali Gwen memaksa menarik-narik kabel yang tersambung ke chip di bagian kepalanya karena mungkin ia merasa tidak nyaman menggunakan alat. Kalau sudah begini mom akan memberikan punishment kepada Gwen. Mommy tidak mau Gwen memiliki perilaku yang kurang baik. Mom berpikir ”Gwen sudah memiliki kekurangan dalam pendengaran dan jangan sampai ia memiliki perilaku buruk...”. Gwen kecil seringkali menangis sampai tantrum tetapi mommy lebih keras dari Gwen dan tetap memberi hukuman sesuai kesepakatan agar Gwen tidak tumbuh sebagai anak yang bengal.



Kerusakan alat dengar Gwen, membuat Gwen dapat mendengar !

Setelah dibawa ke SCIC, Gwen diberi alat yang lebih baru dan semenjak itu ia dapat mendengar secara perlahan. Terapi bermain dan berbagai mecam pelajaran yang diajarkan oleh Mom mampu membuat Gwen tumbuh menjadi anak yang normal walaupun ia hanya mampu mendengar dengan telinga kanan karena memang baru telinga kanannya yang diberi Choclear implant.



Anak-anak normal biasa mengucapkan kata ”mama...papa...” sebagai kata pertama yang dapat mereka ucapkan. Berbeda dengan Gwen yang mengucapkan ”aaa..eeeerrr.....aaattt!” (kurang lebih tulisannya seperti itu) yang artinya ”I hear that...!”. Mommy biasa mengajak Gwen bicara dengan ”Gwen, do you hear that? I heart that!” jika ada suara di sekitar mereka. Bahagia rasanya ketika akhirnya Gwen dapat berbicara sepatah kata. Lama kelamaan dengan terapi yang diberikan oleh mom dan Cindy, Gwen dapat berbicara dan mendengar dengan baik. Saat ini ia bisa mengucapkan ”mommy...mommy...”. Mommy sangat terharu ketika kata itu meluncur dari mulut kecil Gwen.



Setelah Gwen mampu mendengar dan berbicara dengan baik, akhirnya Gwen dibawa pulang ke Indonesia, tentunya setelah mom juga lulus dari S2nya. Gwen disekolahkan di JIS (Jakarta Internasional School) karena sejak awal Gwen diajarkan berbicara dan mendengar dalam bahasa Inggris. Jalan Gwen bersekolah tidak semulus yang dibayangkan, awalnya ia ditolak di sebuah sekolah karena kekhususan yang dimiliki. Tetapi akhirnya sampai sekarang ia bisa bersekolah di JIS, mainstream school dan bergaul dengan anak-anak normal lainnya.



Keluarga ini benar-benar sudah sempurna bahagia karena Gwen dapat berbicara, mendengar dan ia memiliki bakat dalam menggambar dan membuat komik. Ia senang membaca dan ia sangat susah jika disuruh berlatih biola dan les sakamoto (belajar matematika ala jepang). Gwen dididik disiplin dan keras oleh mom karena mom ingin Gwen tumbuh menjadi anak yang baik, dan ketika Gwen berontak pernah suatu kali ia menggambar monster yang diberi nama ”The dragon-eared-hair-sansan”. Ia menganggap mom seorang yang bossy layaknya monster. Sejak itu mom mulai berpikir untuk lebih hati-hati terhadap Gwen, karena Gwen juga akan beranjak remaja dan dewasa, itulah PR yang masih harus mom selesaikan dan belum berhenti sampai di sini. Ini baru awal dari perjalanan Gwen menuju dunia mendengar yang sesungguhnya....



Saat ini Gwen aktif di Yayasan Indonesia Mendengar yang dibentuk oleh para orang tua yang memiliki anak tuna rungu. Gwen senang berada di sana, bermain dengan teman-teman yang sama-sama memakai alat di telinganya. Gwen tumbuh menjadi anak yang hebat dan berani mengakui kekurangannya dan menunjukkan kelebihan yang dimiliki.



Mommy berkata : ” Dia (Gwen) telah mengajarkan saya banyak hal yang tidak dilalui oleh ibu-ibu yang tidak mempunyai anak dengan keterbatasan. Memilikinya telah membuka pikiran saya bahwa setiap manusia diciptakan Tuhan harus diberikan kesempatan yang sama, terlepas dari mereka memiliki keterbatasan atau tidak.”



”kini saya baru bisa mengatakan dengan lapang dada bahwa dibalik setiap kejadian, selalu tersimpan hikmah dan pelajaran yang besar, dan inilah baru permulaannya...”



”belajarlah mendengarkan bukan sekedar mendengar...”



Dan kesimpulan saya adalah ”bersyukurlah selalu karena dengan bersyukur kita akan benar-benar merasakan kenikmatan yang diberikan olehNya....karena Tuhan Maha Adil”



Cerita lengkapnya dapat dibaca di buku :

I can (not) hear (Perjalanan Seorang Anak Tuna Rungu Menuju Dunia Mendengar) karya Feby Indirani & San.C Wirakusuma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar